Nota van de Erfprins
Hari
ini aku mencari angin, mengelilingi Benteng Erfprins, Benteng Belanda
tua di Bangkalan, Madura. Tak kusangka, kutemukan sebuah buku oranye
tua, terselip diantara bebatuan yang membangun benteng. Warnanya telah
memudar, tampak putih kekuning-kuningan. Lalu kubaca tulisan di sampul
buku itu, “de verborgen”.
Kemudian
kulihat sekelilingku, duduk di sebuah tempat teduh dan nyaman,
tiba-tiba selembar kertas terjatuh dari dalam buku. Kulihat sketsa
remaja pria, sekitar 13 hingga 15 tahun. Tertera tulisan, Rach. Aku
semakin bingung,
“Buku tua ini… peninggalan seorang belandakah?”
Segera
aku berlari pulang sambil mendekap buku itu erat-erat, perasaanku
campur aduk, senang, tetapi takut. Aku takut, pemilik buku akan
menghantuiku,
“Ah tapi tak mungkin.. mitos.. mitos..” Kuatku dalam hati.
Sesampainya
di rumah, suasana sepi. Ibuku sedang mengikuti arisan di rumah Bu RT,
sedangkan ayahku masih bekerja. Aku membuka pintu dan menuju kamarku,
duduk di depan layar monitor, memulai koneksi internet.
Segera aku membuka google translate, menerjemahkan kata “erfprins” dari Bahasa Belanda menjadi Bahasa Indonesia. Akupun dibuat tercengang, tampak output yang memberitahuku bahwa arti dari nama benteng tua itu adalah “Putra Mahkota”. Pikiranku berlarian tak tentu arah,
“Mungkinkah
gambar yang aku lihat adalah seorang putra mahkota? Buku ini..
miliknyakah? Lalu… apa arti tulisan itu.. de verborgen?” Tanyaku dalam
hati.
Suasana terasa menakutiku… aku tak sanggup mengetikkan kata
itu pada komputer. Segera aku tekan tombol Alt dan F4, seketika komputer
pun mengalami shut down.
Aku melihat sekelilingku, kamar
tua, hanya ada ranjang, meja dan komputer. Ruangan berhiaskan jendela
kayu, tampak pemandangan taman di depan rumah. Lalu aku beranjak ke atas
ranjang, membuka buku itu dan melihat catatan serta gambar di dalamnya.
Terlihat gambar kincir angin, sawah, serta makanan dan hewan ternak.
Aku semakin heran, dan kini tak dapat kukendalikan diriku.
Keingintahuanku mengontrol gerak lengan dan jemari tanganku. Kunyalakan
kembali komputer dan kucari informasi mengenai benteng tua di jantung
Bangkalan itu.
Kudapati, benteng itu merupakan benteng pertahanan.
Erfprins sendiri merupakan gelar bagi cucu pertama Raja. Karena
penggunaan gelar tersebut, diperkirakan bahwa benteng dibangun antara
tahun 1817-1840. Kemudian, arti tulisan di sampul buku adalah, “yang
tersembunyi”. Semua itu memicu hormon adrenalinku, jantungku berdegup
kencang,
“Apa sebenarnya isi buku ini dan… siapa penulisnya?”
Kemudian,
kuketahui bahwa Rach, mungkin saja, merupakan nama dari seorang
pelukis, Johannes Rach. Ia adalah pelukis terkenal di zaman kolonial.
Dugaanku semakin kuat,
"Rach telah melukis orang penting, ia pastilah putra mahkota."
Ternyata,
arti tulisan di dalam buku bercerita mengenai potensi alam Indonesia
yang tersembunyi. Sang Putra Mahkota menuliskan berbagai buah hasil
kreativitas warga Belanda yang menurutnya dapat membuka tabir rahasia
itu. Ia bertekad untuk memajukan Indonesia melalui teknologi Belanda,
seperti membuat keju dari susu berbagai hewan ternak, layaknya di
Belanda. Menurutnya, kreativitas dan pemikiran kritis warga Belanda
sangat perlu dicontoh oleh warga lokal, agar impiannya dapat terwujud.
Tetapi, semua itu belum berhasil Ia wujudkan, hingga ia berpindah ke
benteng lain karena alasan keamanan. Buku ini sengaja ia sembunyikan,
berharap seseorang menemukannya, dan melanjutkan niatnya, di masa depan.
“Suatu hari aku akan pergi ke Belanda, menimba ilmu, menjadi kreatif, kritis, dan melanjutkan tekadnya!” Semangatku dalam hati.
Catatan : Tulisan ini adalah narasi fiktif, tetapi mengandung beberapa data dari sumber di internet.
referensi1
referensi1
0 komentar:
Posting Komentar