BIODIESEL
Mohamad Teguh Gumelar
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif (selain solar) berupa ester
alkil, yang dapat digunakan pada kendaraan bermesin diesel. Jangan
sampai salah, biodidesel tidaklah sama dengan bioethanol. Bioethanol
berbahan dasar tepung/starch, seperti tepung jagung, untuk
difermentasikan menjadi alkohol (etanol). Penggunaan etanol hanya
sebagai campuran bahan bakar minyak. Sementara itu, biodiesel (alkil
ester) diproduksi dari senyawa lipid/lemak yang dapat diperoleh (salah
satunya) dari mikroalga. Lipid kemudian diolah menjadi biodiesel (alkil
ester) dan dapat digunakan pada mesin diesel tanpa perlu mencampurnya
dengan bahan bakar fosil. Meskipun demikian,
biodiesel juga dapat digunakan dalam bentuk campuran dengan solar (BXX). Kelebihan biodiesel dibandingkan bahan bakar fosil adalah tingkat emisi polutan yang lebih ramah lingkungan, meskipun tingkat energi yang dihasilkan masih lebih rendah. Kelebihan biodiesel yang diperoleh dari web Jurnal Insinyur Mesin di antaranya adalah sebagai berikut :
biodiesel juga dapat digunakan dalam bentuk campuran dengan solar (BXX). Kelebihan biodiesel dibandingkan bahan bakar fosil adalah tingkat emisi polutan yang lebih ramah lingkungan, meskipun tingkat energi yang dihasilkan masih lebih rendah. Kelebihan biodiesel yang diperoleh dari web Jurnal Insinyur Mesin di antaranya adalah sebagai berikut :
- Dapat meningkatkan biodegradabilitas solar hingga 500%,
- Mengandung sulfur dalam jumlah yang lebih sedikit,
- Diproduksi dengan menggunakan bahan baku yang terbarukan,
- Viskositas tinggi, sehingga mampu memperpanjang umur penggunaan mesin.
Menurut web Allegrobiodiesel,
biodiesel murni dapat mengurangi emisi CO hingga 40%. Sementara itu,
campuran 20% biodiesel dan solar 80% (B20) mengurangi emisi CO sebanyak
12%, dan partikulat sebanyak 18% apabila dibandingkan dengan hanya
menggunakan solar saja.
Salah satu jenis mikroalga yang digunakan untuk produksi biodiesel adalah alga hijau, Chlorella vulgaris. Chlorella vulgaris
dipilih karena menghasilkan senyawa lipid dalam jumlah yang lebih
banyak, dibandingkan beberapa jenis alga lain seperti alga hijau-biru Anacystis nidulans.
Beragam faktor dapat mempengaruhi jumlah produksi lipid dari mikroalga,
seperti suhu, kandungan nutrisi dalam medium, aerasi serta pencahayaan.
Apabila anda belum mengenal apa itu mikroalga, silahkan klik di sini
(link segera). Menurut penelitian, diketahui bahwa laju aerasi CO2 pada kultur mikroalga Chlorella vulgaris mempengaruhi total konten lipid yang dihasikan (Widjaja, Arief, 2009).
Penumbuhan kultur alga dapat dilakukan pada medium tertentu dengan menggunakan aerasi CO2 yang bersumber dari gas buang industri (flue gas).
Selain mengurangi polusi udara, hal tersebut juga dapat meningkatkan
produksi lemak dari mikroalga, dengan laju aerasi yang tepat (Widjaja,
Arief, 2009).
Keuntungan lain dengan memanfaatkan mikroalga sebagai konsumen fule gas,
gas yang merupakan limbah pabrik, sebagai sumber bahan baku biodiesel
adalah bahwa mikroalga cukup efisien untuk memfiksasi karbondioksida
sebab berada dalam suspensi aqueous, serta lebih efisien dalam kebutuhan
akan lahan dibandingkan sumber biodiesel lain seperti yang ditunjukkan
dalam tabel 1.
tabel 1. Galon Minyak Tiap acre (4072 m2) lahan tiap tahun (Chisti, 2008 dalam Nadim, Ahmed, et al, 2009)
Galon Minyak Tiap acre (4072 m2) lahan tiap tahun
| |
Jagung |
18
|
Kedelai |
48
|
Bunga Matahari |
102
|
Mikroalga |
5000-15000
|
Pada
pembahasan kali ini, akan lebih mendalami proses produksi biodiesel
dari mikroalga yang telah dikulturkan. Mikroalga kemudian akan dipanen
dan diekstraksi konten lipidnya. Proses-proses tersebut setidaknya dapat
dikelompokkan menjadi beberapa langkah sebagai berikut :
1. Pemanenan kultur alga,
2. Ekstraksi konten lipid,
3. Produksi Biodiesel.
Selanjutnya,
akan dibahas cara ekstraksi dan produksi Biodiesel. Alga yang telah
dipanen kemudian diekstrak konten lipidnya. Penghancuran sel (untuk
memperoleh konten lipid) dapat dilakukan dengan beberapa cara, di
antaranya adalah grinding (penggerusan), ultrasonication (penggunaan gelombang ultrasonik), bead milling, enzymatic lysis (penggunaan enzim untuk membuat sel alga mengalami lisis/pecah) dan microwaves (penggunaan gelombang mikro). Perbandingan beberapa metode penghancuran sel tersebut, adalah sebagai berikut :
tabel
2. Perbandingan konten lipid yang diperoleh dari beberapa metode
penghancuran sel mikroalga Chlorella vulgaris (Zheng, Hongli et al.2010)
No
|
Metode
|
Konten Lipid (%)
|
1. | Penggilingan dengan quartz sand (pasir kuarsa) dalam keadaan sel basah |
5
|
2. | Penggilingan dengan quartz sand (pasir kuarsa) dalam keadaan sel terdehidrasi |
6
|
3. | Penggilingan dalam Nitrogen cair |
29
|
4. | Ultrasonication |
15
|
5. | Bead Milling |
10
|
6. | Lisis enzimatik dengan menggunakan snailase |
7
|
7. | Lisis enzimatik dengan menggunakan lysozomes |
22
|
8. | Lisis enzimatik dengan menggunakan selulase |
24
|
8. | Microwave |
18
|
Secara
keseluruhan, penggilingan dalam nitrogen cair dinilai sebagai metode
paling efektif. Setelah sel dihancurkan, lipid diekstraksi secara
kimiawi maupun fisis. Setelah lemak diperoleh, maka dilakukan produksi
biodiesel, yakni berupa alkil ester atau Fatty Acid Methyl Ester
(FAME). Pembentukan FAME dilakukan melalui proses transesterifikasi
pada lipid. Berdasarkan metode yang dilakukan oleh Nadim, Ahmed, et al, 2009, transesterifikasi tersebut dilaksanakan dengan cara sebagai berikut :
- Mencampurkan methanol dan minyak (lemak) dengan perbandingan methanol:minyak = 6:1, dalam kondisi reaksi 60oC. Pada tahap ini ditambahkan pula katals NaOH yang akan bereaksi dengan Free Fatty Acid (FFA) untuk membentuk methyl ester (biodiesel) dan gliserol.
- Setelah FAME (Fatty Acid Methyl Ester/Biodiesel) terbentuk, kemudian ia dipurifikasi dengan pertama-tama memisahkan FAME dari gliserol melalui perbedaan massa jenis/densitas kedua zat tersebut. Densitas gliserol lebih besar dibandingkan densitas FAME sehingga akan mengendap di bagian bawah wadah dan dapat dipisahkan.
- Kemudian, FAME dipisahkan dari methanol yang tersisa melalui proses distilasi pada suhu 60oC.
- Setelah itu, katalis alkali dipisahkan dengan menambahkan Asam Klorida (HCl) sehingga akan terbentuk garam yang kemudian dipisahkan melalui water washing, pencucian menggunakan air hangat. Selain itu, diperoleh pula asam lemak sebagai reaksi HCl dengan sabun. Pencucian juga menghilangkan residu katalis, methanol, gliserol dan sabun, sehingga diperoleh biodiesel.
Lalu, mengapa penggunaan biodiesel masih belum populer? Salah satu alasan seperti yang disebutkan dalam web Allegrobiodiesel
adalah karena penggunaan biodiesel dapat mengurangi tenaga yang
dihasilkan bahan bakar sebanyak 10% dan sekitar 10% lebih boros. Hal
tersebut dikarenakan dengan menggunakan jumlah bahan bakar yang sama,
jarak yang dapat ditempuh denga biodiesel lebih pendek dibandingkan
solar, sehingga pengguna harus lebih sering mengisi ulang bahan bakar
kendaraan. Salah satu solusi yang dijalankan adalah dengan mencampur
biodiesel dengan solar, sehingga solar yang ketersediaannya terbatas
dapat bertahan lebih lama, sekaligus lebih 'hijau' dengan kualitas bahan
bakar yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Redaksi
Allegrobiodiesel. How Much Does Biodiesel Reduce Pollutans?
http://www.allegrobiodiesel.com/howmuchdoesbiodieselreduceairpollutants.html
(diakses 23 agustus 2012).
Redaksi Jurnal Insinyur Mesin.
Biodiesel.http://www.jurnalinsinyurmesin.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=50 (diakses 22 Agustus 2012).
Pokoo-aikins,
G., Nadim, A., El-halwagi, M. & Mahalec, V. 2010, "Design and
analysis of biodiesel production from algae grown through carbon
sequestration", Clean Technologies and Environmental Policy, vol. 12, no. 3, pp. 239-254.
Widjaja, Arief.2009, “Lipid Production From Microalgae As A Promising Candidate For Biodiesel Production”, Makara, Teknologi, Vol. 13, No. 1, pp. 47-51.
Zheng,
H., Yin, J., Gao, Z., Huang, H., Ji, X. & Dou, C. 2011, "Disruption
of Chlorella vulgaris Cells for the Release of Biodiesel-Producing
Lipids: A Comparison of Grinding, Ultrasonication, Bead Milling,
Enzymatic Lysis, and Microwaves", Applied Biochemistry and Biotechnology, vol. 164, no. 7, pp. 1215-24.
0 komentar:
Posting Komentar